Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Riset Populix mengungkapkan sejumlah alasan mengapa masyarakat cenderung enggan membeli mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV).
Head of Research for Automotive Populix Susan Adi Putra mengatakan, tantangan dari adopsi kendaraan listrik di Indonesia saat ini berkaitan dengan perbaikan, usia pakai baterai, dan jarak tempuh yang menjadi hambatan utama dalam adopsi penggunaan kendaraan listrik secara luas.
"Adopsi EV masih menemui sejumlah kendala. Salah satunya, bengkel umum belum semuanya bisa menangani EV, meski kerusakannya bukan kelistrikan," ujar Susan Adi dalam Diskusi Forum Wartawan Otomotif (Forwot) di Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025).
Selain itu, jumlah stasiun pengisian daya (charging station) masih terbatas dan lokasinya berjauhan. Di lain sisi, kapasitas jarak tempuh per pengisian masih rendah juga membuat masyarakat ragu membeli mobil listrik.
Dari hasil survei Populix, faktor harga unit kendaraan listrik juga masih tergolong mahal serta waktu pengisian baterai yang terlalu lama juga menjadi pertimbangan calon konsumen sebelum membeli mobil listrik.
"Subsidi dari pemerintah juga masih relatif kecil dan fitur keselamatan dianggap masih kurang optimal," katanya.
Baca Juga
Di lain sisi, Adi juga tak menampik bahwa mobil listrik memberi sejumlah keuntungan, salah satunya yakni memberi dampak positif terhadap lingkungan. Pasalnya, mobil listrik tidak menghasilkan polusi udara dan polusi suara.
"Selain itu, perawatan lebih sederhana dibanding kendaraan konvensional, serta biaya perawatan dan operasional lebih rendah," tuturnya.
Pajak tahunan pun lebih murah karena ada subsidi dari pemerintah dan aturan pemerintah mendukung kepemilikan kendaraan listrik. Tak ketinggalan, salah satu poin plus dari mobil listrik yakni bebas dari aturan ganjil-genap.
Untuk diketahui, mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP 10% untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).
Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15%, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU. Namun, belum ada regulasi spesifik yang mendukung pabrikan mobil listrik yang menggunakan baterai nikel.
Menilik data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan wholesales mobil listrik BEV pada Mei 2025 sebesar 6.391 unit. Beberapa pabrikan yang mendominasi di pasar mobil listrik Tanah Air, yakni BYD, Denza, Chery dan Wuling.
Namun, jika ditinjau secara bulanan, angka itu mengalami penurunan 13,63% (month-to-month/mtm) dibandingkan 7.400 pada April 2025.